Ilustrasi. |
𝘖𝘭𝘦𝘩: 𝘈𝘣𝘩𝘰𝘵𝘯𝘦𝘰 𝘕𝘢𝘪𝘣𝘢𝘩𝘰
Umat
manusia di belahan dunia saat-saat sekarang ini terkejut sekaligus tercengang
menyaksikan betapa jahatnya virus yang bernama COVID-19 ini mewabah dengan
begitu masifnya hingga merontokkon setiap lini kehidupan manusia.
Negara-negara maju sekalipun tak
kuasa mengatasi sebaran virus ini. Seperti yang kita ketahui bersama wabah ini
bermula dari Wuhan di Tiongkok. Menyebar ke Asia, Eropa, Afrika hingga Amerika.
Termasuk di negeri kita Indonesia saat ini yang kronologisnya bermula dari
seorang wanita disebut pasien 01 di daerah Depok - Jawa Barat.
Muncul beberapa tanggapan para
pengamat dan pakar yang mengatakan, bahwa virus ini bisa jadi buatan manusia
sebagai senjata biologis yang mematikan manusia dengan target dan tujuan
tertentu. Di sisi lain, ada juga pengamat yang berpendapat, bahwa jika
seandainya virus ini buatan manusia, mengapa dampaknya begitu masif, menyerang
negara-negara di hampir semua belahan dunia, termasuk menembus negara adidaya
(super power) sekaliber Amerika dan sekutunya.
Corona telah merontokkan ekonomi
dunia. Bagaimana tidak, umat manusia mau tidak mau harus mengisolasi diri
secara mandiri di rumah ataupun kediamannya masing-masing sebagaimana imbauan
pemerintah agar #dirumahsaja
#workfromhome
demi memutus rantai penyebaran COVID-19 ini. Bagi mereka dengan ekonomi yang
berkecukupan selama ini tentulah mereka punya cadangan uang untuk membutuhi
kehidupan sehari-harinya selama stay at home. Tetapi bagaimana dengan nasib
mereka yang jauh dari kehidupan layak selama ini? Bagi mereka yang hari ini
bekerja dan hari ini juga mendapatkan penghasilan? Pertanyaan-pertanyaan
demikian akan terlintas bagi siapa saja yang memiliki hati nurani. Bagi mereka
yang tidak memiliki hati nurani, maka mereka hanya memikirkan dirinya sendiri
tanpa memedulikan ada banyak orang yang mengalami kesusahan hidup sebagai
dampak virus corona.
Data mencatat per 5 April 2020, ada
2.273 kasus yang positif, 198 kasus yang meninggal dunia dan 164 kasus yang
telah sembuh. Angka ini tentu bila dibandingkan dengan jumlah kasus di Eropa
dan Amerika masih terpaut sangat jauh. Walau demikian, pemerintah dan seluruh
masyarakat Indonesia tak boleh terlena. Kita harus saling bahu-membahu, saling
bergotong-royong memberantas virus ini agar kita terhindar dan tidak
terjangkit. Bila perlu memikirkan bagaimana caranya meminimalisir angka-angka
tersebut hingga ke titik 0 (zero).
Presiden Jokowi telah mengambil
beberapa langkah-langkah dan kebijakan dengan membentuk Tim Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19 hingga ke daerah-daerah di tiap provinsi. Semoga
tim ini bekerja dengan maksimal sesuai dengan SOP yang ada. Juga telah
menganggarkan dana dari APBN sebesar 405,1 triliun rupiah sebagai wujud perlindungan
sosial bagi mereka masyarakat yang terpapar dampak virus corona dan yang
berekonomi lemah. Tentu, di saat situasi seperti ini, masih juga ada
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, memanfaat situasi yang ada demi
kepentingan politik tertentu agar keadaan semakin memburuk. Di sektor bisnis,
juga ada pengusaha nakal yang berusaha meraup keuntungan besar, memperkaya
diri, menaikkan harga alat pelindung diri (APD), bahkan ada yang tega dengan
cara menimbun.
Tak dapat dibayangkan kejenuhan yang
teramat-sangat melanda masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia saat ini.
Mengurung diri di rumah tanpa melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari
sebagaimana biasanya. Jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk kehidupan yang normal
sebagaimana adanya. Jalan-jalan dan pusat keramaian menjadi lengang, sepi, bak
sebuah kota, daerah, negara yang mati tak berpenghuni.
Di tengah situasi seperti saat ini
memang bukanlah saat yang tepat untuk saling menyalahkan satu sama lain.
Mengandalkan pemerintah saja, tentu tidak cukup. Dibutuhkan kerjasama yang
masif dari semua masyarakat Indonesia. Dimulai dari mentaati imbauan pemerintah
untuk #stayathome
#physicaldistancing
sudah cukup berarti. Dan jika memungkinkan, seraya menjaga jarak ketika harus
keluar rumah. Masyarakat harus tetap menjaga lingkungan agar tetap bersih dan
sehat.
Para medis sebagai pahlawan
kemanusiaan di garda terdepan haruslah mendapatkan perhatian khusus dan lebih
dari pemerintah. Dedikasi mereka tentu patut dicatat dan diperhitungkan. Merawat
pasien tentu mengancam nyawa mereka untuk tertular dari pasien dan sebaliknya
juga, berpotensi ditularkan ke sanak keluarga pada saat mereka pulang ke rumah
selepas tugas. Tim Gugus Tugas tak boleh abai dalam hal ini. Harus mengambil
kebijakan dan strategi yang bijak tepat bagi para medis dan juga memikirkan
nasib keluarga mereka.
Di tengah suasana menjelang Ramadhan
bagi umat Islam, juga perayaan Paskah bagi umat Kristen dan bulan lalu perayaan
Nyepi bagi umat Hindu, keimanan kita sebagai umat beragama benar-benar diuji
oleh Sang Kuasa. Melakukan ibadah, berbeda dari kebiasaan sebelumnya. Dari
rumah masing-masing kita beribadah. Tentu ada perbedaan dan butuh adaptasi
untuk menerima situasi ini. Semuanya adalah demi pencegahan sebaran COVID-19.
Kita semua merasa letih, jenuh bahkan tak berdaya menghadapi
situasi tak mengenakkan seperti saat sekarang ini. Menjaga pikiran untuk tetap
positif dan tidak stres adalah salah satu sikap bijak menghadapi situasi
seperti saat ini agar immun tubuh terjaga dengan baik. Meski kita harus
'dikarantina' di rumah, semua untuk kebaikan kita bersama. Jangan pernah
menyalahkan pemerintah, kita harus mendoakan mereka agar sungguh-sungguh dapat
bekerja dengan baik dan bijaksana. Sebagai umat yang berkeyakinan akan Tuhan Yang
Maha Esa selayaknyalah kita bermohon agar virus corona segera sirna, dijauhkan
dan dibumihanguskan dari Indonesia maupun dari dunia ini.
0 Komentar