Didi Kempot semasa hidupnya di atas panggung/Ist.



Oleh: Michael Lumanauw

Masih segar dalam ingatan kita, ketika Didi Kempot berkolaborasi dengan KompasTV mengadakan konser amal dari rumahnya untuk membantu korban yang terdampak pandemi Corona (Covid-19) yang disiarkan langsung oleh KompasTV pada tanggal 11 April 2020.

Hasilnya cukup fantastis, mencapai hingga 7,6 milyar. Yang luar biasa menurut Rosiana Silalahi yang mengkoordinir acara ini, Didi Kempot ketika ditawari untuk mengambil bagiannya dari hasil konser amal tersebut, sang The Godfather of Broken Heart ini malah tidak mau mengambilnya. Bahkan segala peralatan yang dipersiapkan untuk konser amal tersebut ditanggungnya sendiri.

Terlahir dengan nama Didik Prasetyo, pada tanggal 30 Desember 1966 di Surakarta, Didi mengawali pfofesinya berawal dari seorang pengamen jalanan di kampung halamannya di Solo dengan fokus pada musik tradisionil Jawa dan campursari. Ketekunannya di bidang seni tarik suara dengan berdisiplin pada jalur musik tradisionil sukses mengantarnya pada posisi teratas sebagai pemusik tradisionil. Jangan heran jika pundi-pundinya cukup melimpah. Namun sekalipun popularitasnya dalam genre musik tradisionil telah mengantar ke posisi paling atas dengan pundi-pundinya yang melimpah, Didi Kempot tetap tampil sederhana dan merakyat.

Menulis tulisan ini, saya tidak dalam posisi pengagum dan penikmat musik tradisionil Jawa atau campursari. Saya hanya tahu bahwa sosok Didi Kempot sangat populer dan cara dia membawakan lagu-lagu karyanya terlihat penuh energi dan penuh kegembiraan. Kesan ini juga disampaikan oleh presiden Joko Widodo, yang juga adalah fans beratnya Didi Kempot yang kerap disebut dengan istilah 'Sahabat Ambyar'.

Mengenang sosok Didi Kempot, bagi saya adalah mengenang seorang yang filantropi, atau para dermawan pencinta manusia. Pembuktiannya, ia wujudkan dengan keikhlasan mengadakan sebuah konser amal dari rumah bersama KompasTV untuk didonasikan dalam rangka membantu korban yang terpapar virus Corona (Covid-19). Konser amal tersebut sukses menggalang dana hingga mencapai Rp 7,6 milyar dan disalurkan melalui beberapa lembaga yang dianggap kredibel seperti, PBNU, Lazismu Muhammadiyah dan Komunitas Sahabat Ambyar.

Kenangan sosok seniman yang populer dengan karyanya yang berjudul 'Stasiun Balapan', 'Pamer Bojo' ini tentu tak lepas dari kepiawaiannya dalam membawakan lagu-lagu campursari dan tradisionil Jawa. Meski lewat lagu tradisionil Jawa, karyanya justru banyak diminati anak-anak muda yang tengah mengalami patah hati. Karyanya selain diterima di kalangan muda di Indonesia, juga diminati hingga ke dunia internasional, seperti Inggris dan juga di Suriname.

Didik Prasetyo yang tenar dengan nama panggung Didi Kempot alias "The Godfather of Broken Heart", Selasa 5 Mei 2020, dalam usia 53 tahun dia telah mengembuskan napas terakhir untuk kembali menghadap sang Khalik. Seakan telah mempersiapkan segalanya untuk menghadap sang Khalik, Didi Kempot sukses melakukan perbuatan amal, perbuatan kasih pada sesama. Dari beberapa informasi, almarhum Didi Kempot memiliki rumah amal dan tengah mempersiapkan konser amal lanjutan untuk menghibur dan membantu korban yang terdampak pandemi Corona (Covid-19).

Segala perbuatan amal kebaikan terhadap sesama manusia tentu tidak muncul begitu saja secara tiba-tiba, atau nemplok begitu saja dalam pikiran seseorang. Kita percaya bahwa hal itu muncul dari suatu keyakinan yang bertumbuh dan berkembang dalam diri seseorang. Hal tersebut ada dalam sosok Didi Kempot yang punya rasa kemanusiaan dan memiliki empati terhadap sesamanya manusia.

Selamat jalan Didi Kempot dalam keabadian menghadap Sang Khalik. Karyamu sungguh luar biasa. Rasa kemanusiaan yang engkau tunjukkan tentu akan menginspirasi banyak orang utamanya para 'Sahabat Ambyar' di manapun berada.